1. Penggerek batang lada (Lophobaris piperis)
Penggerek batang lada (L. piperis)
merupakan hama utama lada yang menyerang
tanaman sejak pembibitan hingga di lapangan.
Larva L. piperis menetap di dalam ruas batang
tanaman, membuat lubang di dekat pangkal
percabangan muda lalu masuk dan menggerek
sampai ke dalam batang. Larva menggerek
bagian tengah dalam ruas batang lada sehingga
menyebabkan terganggunya penyerapan unsur
hara dan distribusi hasil fotosintesis. Pada
akhirnya, tanaman lada menjadi tidak
produktif, bahkan menjadi mati (Kalshoven,
1981).
Pada umumnya, serangan pada dua
cabang buah selalu diikuti dengan serangan
larva pada satu batang utama, yang
diperkirakan dapat mengakibatkan kehilangan
hasil sekitar 16,5% (Deciyanto et al., 1986).
Serangga dewasa hanya menyerang
bunga, buah, pucuk, serta ranting dan daun
muda. Gejala serangan L. piperis ditunjukkan
dengan adanya gigitan pada bagian tanaman
yang diserang dan menghitamnya bekas gigitan
karena pembusukan (Deciyanto et al., 1986;
Deciyanto dan Suprapto, 1996).
Imago L. piperis meletakkan telur
secara terpisah (tidak berkelompok) pada
bagian buku-buku cabang buah dan batang
utama. Telur L. piperis berwarna putih
kekuningan. Telur akan menetas setelah lebih
kurang tujuh hari dan keluar larva yang berwarna putih kotor dengan panjang sekitar 1
mm kemudian terus berkembang dan akhirnya
mencapai panjang 8 mm. Setelah berumur 28
hari, larva L. piperis menjadi pupa di dalam
sebuah kokon selama 19 hari hingga menjadi
imago (Kalshoven, 1981).
Populasi larva tertinggi dijumpai pada
musim penghujan (November-April),
sedangkan imago melimpah pada akhir musim
penghujan (Januari-Maret) (IPC, 2010). Imago
L. piperis berwarna hitam dan memiliki mulut
(rostrum) yang bentuknya panjang, seperti
belalai menghadap ke bawah, serta antena
berbentuk gada. Setelah imago berumur dua
minggu maka terjadilah kopulasi. Tiga hari
kemudian, imago betina akan meletakkan telur
(Suprapto, 1986).
Sepasang imago L. piperis
dapat menghasilkan sekitar 200 telur
sepanjang hidupnya tetapi hanya meletakkan
satu sampai dua telur pada saat yang sama,
imago dapat ditemui pada pagi dan sore hari,
sedangkan pada siang hari bersembunyi untuk
menghindari sinar matahari (IPC, 2010). Siklus
hidup dari telur hingga menjadi serangga
dewasa rata-rata berlangsung dua bulan.
Selama hidupnya L. piperis mampu meletakkan
telur sebanyak 280-525 butir atau rata-rata
380 butir dengan penetasan mencapai 88,71%
(Vecht, 1940).
2. Thrips sp.
Thrips sp. (Thysanoptera: Thripidae)
tersebar luas di Asia Selatan, Asia Tenggara,
dan Ocenia. Hama ini bersifat polifag, sangat
senang pada dataran rendah dengan suhu
udara yang kering (kelembapan 70% dan suhu
27-32o
C). Pada kondisi tersebut dapat memicu
produksi hormon seks Thrips sp. sehingga
terjadi perkawinan massal (Atakam, 2011).
Thrips sp. mampu bereproduksi secara
parthonegenesis dan umumnya memerlukan
waktu sembilan hari untuk menyelesaikan satu
siklus hidup (Ssemwogerere et al., 2013).
Saat
musim kemarau, jumlah populasi Thrips sp.
meningkat dan akan berkurang bila terjadi
hujan lebat. Tekanan air hujan yang besar
mampu menghanyutkan Thrips sp. Penyebaran
Thrips sp. dari satu tanaman ke tanaman lada
yang lain berlangsung sangat cepat, baik
dengan bantuan angin maupun manusia.
Serangga ini umumnya tumbuh dan
berkembang di daun lada yang muda (IPC,
2010).
Serangga Thrips sp. betina meletakkan
telur ke dalam jaringan tanaman. Bentuk telur
menyerupai biji kacang merah, berbentuk oval,
dan berwarna kuning keputihan, tetapi tidak
mudah dilihat dengan mata telanjang. Telur
diletakkan secara terpisah di permukaan
bagian daun muda yang berumur 10-15 hari
atau ditusukkan ke dalam jaringan tanaman
dengan ovipositor. Jumlah telur yang dihasilkan
oleh seekor Thrips sp. berkisar 80-120 butir.
Fase telur berlangsung antara tiga sampai 14
hari (Reitz et al., 2011).
3. Planococcus minor
P. minor merupakan kutu putih yang
berbentuk oval dengan ukuran panjang 1-2
mm. Di setiap sisi tubuhnya terdapat terdapat
14-18 pasang lilin seperti duri. Serangga ini
terdiri atas empat instar. Imago betina mampu
bertahan hidup selama hingga 102 hari, tetapi
jantannya hanya mampu bertahan hidup selama dua sampai empat hari. Betina
meletakkan telur dalam kelompok benang-benang, seperti kapas, di bawah tubuhnya
(Balfas, 2009).
Betina serangga ini mampu
menghasilkan telur hingga 270 butir dalam
setiap siklus hidupnya (Francis et al., 2012).
P. minor memiliki banyak tanaman
inang (polifag). Hama ini seringkali menyerang
tanaman lada di persemaian. Keberadaannya
secara konsisten pada tanaman lada
menunjukkan indikasi P. minor merupakan
serangga penting dalam penyebaran penyakit
kerdil (Balfas et al., 2007). P. minor mengisap
bunga, buah, ruas, daun muda, serta ketiak dan
seludang daun (Balfas, 2005).
PENGENDALIAN HAMA PADA PEMBIBITAN
LADA
Pembangunan pertanian sampai saat
ini masih menghadapi masalah antara lain
serangan OPT, termasuk hama dan penyakit
tanaman, pencemaran lingkungan, terbunuhnya organisme bukan sasaran, dan residu
pestisida pada produk pertanian. Pemerintah
merekomendasikan pelaksanaan paket
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yang
bertujuan mengurangi, bahkan meniadakan
penggunaan pestisida sintetis. PHT merupakan
konsep pengendalian hama dengan
menggunakan lebih dari satu komponen
pengendalian, dengan menerapkan teori
ekologi untuk penyelesaian masalah OPT di
lapangan, termasuk pembibitan, sehingga
populasi hama selalu berada dalam kondisi
yang tidak merugikan secara ekonomis, dan
aman terhadap lingkungan (Laba et al., 2005).
Komponen PHT adalah (1) Kultur teknis
(benih sehat, varietas tanaman, tanam
serempak, gilir varietas, gilir tanam, pola
tanam, dan sanitasi), (2) Mekanik-fisik (bakarbenam-cabut-musnahkan tanaman/bagian
terserang, gropyokan, perangkap lampu,
perangkap perekat dan lain-lain), (3)
Pengendalian hayati (parasitoid, predator,
patogen serangga), serta (4) Kimiawi
(insektisida, bahan penolak (repellent), bahan
penarik (attractant), feromon, dan lain-lain).
PHT merupakan konsep pengendalian yang
berbasis ekologi, yang lebih menekankan
pengelolaan proses dan mekanisme ekologi
lokal untuk mengendalikan hama daripada
intervensi teknologi (Untung, 2006).
Pengendalian hama di tingkat pembibitan lada dapat
dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan bioekologi
hama tersebut, maka upaya pengendalian
hama melalui pendekatan ekosistem yang lebih
dititik beratkan pada penggunaan varietas
tahan dan bekerjanya pengendalian secara
alami. Setiap varietas lada memiliki kelebihan
masing-masing. Pemilihan varietas yang
berproduksi tinggi dan tahan terhadap
gangguan OPT sangat diperlukan dalam
budidaya lada untuk mencapai kualitas dan
kuantitas produksi yang tinggi. Varietas Natar
1, Natar 2, dan Kuching diketahui memiliki
kelebihan toleran terhadap L. piperis. Varietas
tertentu bisa lebih toleran terhadap satu jenis
hama, tetapi tidak toleran terhadap hama yang
lain. Oleh sebab itu, pemilihan varietas apapun
harus diikuti dengan upaya untuk mengurangi
kerusakan dan mencegah penurunan produksi
tanaman yang disebabkan oleh hama (Laba
dan Trisawa, 2006).
SUMBER See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/328233298