HAMA UTAMA PADA PEMBIBITAN LADA

  • 16:25 WIB
  • 14 May 2024
  • Super Administrator
  • Dilihat 1942 kali

1. Penggerek batang lada (Lophobaris piperis)
Penggerek batang lada (L. piperis) merupakan hama utama lada yang menyerang tanaman sejak pembibitan hingga di lapangan. Larva L. piperis menetap di dalam ruas batang tanaman, membuat lubang di dekat pangkal percabangan muda lalu masuk dan menggerek sampai ke dalam batang. Larva menggerek bagian tengah dalam ruas batang lada sehingga menyebabkan terganggunya penyerapan unsur hara dan distribusi hasil fotosintesis. Pada akhirnya, tanaman lada menjadi tidak produktif, bahkan menjadi mati (Kalshoven, 1981).
Pada umumnya, serangan pada dua cabang buah selalu diikuti dengan serangan larva pada satu batang utama, yang diperkirakan dapat mengakibatkan kehilangan hasil sekitar 16,5% (Deciyanto et al., 1986).
Serangga dewasa hanya menyerang bunga, buah, pucuk, serta ranting dan daun muda. Gejala serangan L. piperis ditunjukkan dengan adanya gigitan pada bagian tanaman yang diserang dan menghitamnya bekas gigitan karena pembusukan (Deciyanto et al., 1986; Deciyanto dan Suprapto, 1996).
Imago L. piperis meletakkan telur secara terpisah (tidak berkelompok) pada bagian buku-buku cabang buah dan batang utama. Telur L. piperis berwarna putih kekuningan. Telur akan menetas setelah lebih kurang tujuh hari dan keluar larva yang berwarna putih kotor dengan panjang sekitar 1 mm kemudian terus berkembang dan akhirnya mencapai panjang 8 mm. Setelah berumur 28 hari, larva L. piperis menjadi pupa di dalam sebuah kokon selama 19 hari hingga menjadi imago (Kalshoven, 1981).
Populasi larva tertinggi dijumpai pada musim penghujan (November-April), sedangkan imago melimpah pada akhir musim penghujan (Januari-Maret) (IPC, 2010). Imago L. piperis berwarna hitam dan memiliki mulut (rostrum) yang bentuknya panjang, seperti belalai menghadap ke bawah, serta antena berbentuk gada. Setelah imago berumur dua minggu maka terjadilah kopulasi. Tiga hari kemudian, imago betina akan meletakkan telur (Suprapto, 1986).
Sepasang imago L. piperis dapat menghasilkan sekitar 200 telur sepanjang hidupnya tetapi hanya meletakkan satu sampai dua telur pada saat yang sama, imago dapat ditemui pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari bersembunyi untuk menghindari sinar matahari (IPC, 2010). Siklus hidup dari telur hingga menjadi serangga dewasa rata-rata berlangsung dua bulan. Selama hidupnya L. piperis mampu meletakkan telur sebanyak 280-525 butir atau rata-rata 380 butir dengan penetasan mencapai 88,71% (Vecht, 1940).

2. Thrips sp.
Thrips sp. (Thysanoptera: Thripidae) tersebar luas di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Ocenia. Hama ini bersifat polifag, sangat senang pada dataran rendah dengan suhu udara yang kering (kelembapan 70% dan suhu 27-32o C). Pada kondisi tersebut dapat memicu produksi hormon seks Thrips sp. sehingga terjadi perkawinan massal (Atakam, 2011).
Thrips sp. mampu bereproduksi secara parthonegenesis dan umumnya memerlukan waktu sembilan hari untuk menyelesaikan satu siklus hidup (Ssemwogerere et al., 2013).
Saat musim kemarau, jumlah populasi Thrips sp. meningkat dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Tekanan air hujan yang besar mampu menghanyutkan Thrips sp. Penyebaran Thrips sp. dari satu tanaman ke tanaman lada yang lain berlangsung sangat cepat, baik dengan bantuan angin maupun manusia. Serangga ini umumnya tumbuh dan berkembang di daun lada yang muda (IPC, 2010).
Serangga Thrips sp. betina meletakkan telur ke dalam jaringan tanaman. Bentuk telur menyerupai biji kacang merah, berbentuk oval, dan berwarna kuning keputihan, tetapi tidak mudah dilihat dengan mata telanjang. Telur diletakkan secara terpisah di permukaan bagian daun muda yang berumur 10-15 hari atau ditusukkan ke dalam jaringan tanaman dengan ovipositor. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor Thrips sp. berkisar 80-120 butir. Fase telur berlangsung antara tiga sampai 14 hari (Reitz et al., 2011).

3. Planococcus minor
P. minor merupakan kutu putih yang berbentuk oval dengan ukuran panjang 1-2 mm. Di setiap sisi tubuhnya terdapat terdapat 14-18 pasang lilin seperti duri. Serangga ini terdiri atas empat instar. Imago betina mampu bertahan hidup selama hingga 102 hari, tetapi jantannya hanya mampu bertahan hidup selama dua sampai empat hari. Betina meletakkan telur dalam kelompok benang-benang, seperti kapas, di bawah tubuhnya (Balfas, 2009).
Betina serangga ini mampu menghasilkan telur hingga 270 butir dalam setiap siklus hidupnya (Francis et al., 2012).
P. minor memiliki banyak tanaman inang (polifag). Hama ini seringkali menyerang tanaman lada di persemaian. Keberadaannya secara konsisten pada tanaman lada menunjukkan indikasi P. minor merupakan serangga penting dalam penyebaran penyakit kerdil (Balfas et al., 2007). P. minor mengisap bunga, buah, ruas, daun muda, serta ketiak dan seludang daun (Balfas, 2005).

PENGENDALIAN HAMA PADA PEMBIBITAN LADA
Pembangunan pertanian sampai saat ini masih menghadapi masalah antara lain serangan OPT, termasuk hama dan penyakit tanaman, pencemaran lingkungan, terbunuhnya organisme bukan sasaran, dan residu pestisida pada produk pertanian. Pemerintah merekomendasikan pelaksanaan paket Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yang bertujuan mengurangi, bahkan meniadakan penggunaan pestisida sintetis. PHT merupakan konsep pengendalian hama dengan menggunakan lebih dari satu komponen pengendalian, dengan menerapkan teori ekologi untuk penyelesaian masalah OPT di lapangan, termasuk pembibitan, sehingga populasi hama selalu berada dalam kondisi yang tidak merugikan secara ekonomis, dan aman terhadap lingkungan (Laba et al., 2005).
Komponen PHT adalah (1) Kultur teknis (benih sehat, varietas tanaman, tanam serempak, gilir varietas, gilir tanam, pola tanam, dan sanitasi), (2) Mekanik-fisik (bakarbenam-cabut-musnahkan tanaman/bagian terserang, gropyokan, perangkap lampu, perangkap perekat dan lain-lain), (3) Pengendalian hayati (parasitoid, predator, patogen serangga), serta (4) Kimiawi (insektisida, bahan penolak (repellent), bahan penarik (attractant), feromon, dan lain-lain). PHT merupakan konsep pengendalian yang berbasis ekologi, yang lebih menekankan pengelolaan proses dan mekanisme ekologi lokal untuk mengendalikan hama daripada intervensi teknologi (Untung, 2006).
Pengendalian hama di tingkat pembibitan lada dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan bioekologi hama tersebut, maka upaya pengendalian hama melalui pendekatan ekosistem yang lebih dititik beratkan pada penggunaan varietas tahan dan bekerjanya pengendalian secara alami. Setiap varietas lada memiliki kelebihan masing-masing. Pemilihan varietas yang berproduksi tinggi dan tahan terhadap gangguan OPT sangat diperlukan dalam budidaya lada untuk mencapai kualitas dan kuantitas produksi yang tinggi. Varietas Natar 1, Natar 2, dan Kuching diketahui memiliki kelebihan toleran terhadap L. piperis. Varietas tertentu bisa lebih toleran terhadap satu jenis hama, tetapi tidak toleran terhadap hama yang lain. Oleh sebab itu, pemilihan varietas apapun harus diikuti dengan upaya untuk mengurangi kerusakan dan mencegah penurunan produksi tanaman yang disebabkan oleh hama (Laba dan Trisawa, 2006). 

SUMBER See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/328233298