A. Klasifikasi
Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Coleoptera
Family : Scolytidae
Genus : Hypothenemus
Spesies : Hypothenemus hampei
Hypothenemus hampei merupakan salah satu penyebab utama
penurunan produksi dan mutu kopi Indonesia, bahkan di seluruh
negara penghasil kopi. Kerusakan yang ditimbulkannya berupa
buah menjadi tidak berkembang, berubah warna menjadi kuning
kemerahan, dan akhirnya gugur mengakibatkan penurunan jumlah
dan mutu hasil (Kadir et al., 2003).
Hypothenemus hampei di Indonesia lebih popular dengan
sebutan PBKo. PBKo sangat merugikan, karena mampu merusak
biji kopi dan sering mencapai populasi yang tinggi. Pada
umumnya, hanya kumbang betina yang sudah kawin yang akan
menggerek buah kopi; biasanya masuk buah dengan buat lubang
kecil dari ujungnya. Kumbang betina menyerang buah kopi yang
sedang terbentuk, dari 8 minggu setelah berbunga sampai waktu
panen. Buah yang sudah tua paling disukai. Kumbang betina
terbang dari pagi hingga sore. PBKo mengarahkan serangan
pertamanya pada bagian kebun kopi yang bernaungan, lebih
lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan
dapat menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan kering yang
tertinggal setelah panen, dapat ditemukan lebih dari 100 PBKo.
Karena itu penting sekali membersihkan kebun dari semua buah
yang tertinggal (Dirlinbun, 2002).
B. Biologi
H. hampei perkembangannya dengan metamorfosa sempurna
dengan tahapan telur, larva, pupa dan imago atau serangga dewasa.
Kumbang betina lebih besar dari kumbang jantan. Panjang
kumbang betina lebih kurang 1,7 mm dan lebar 0,7 mm, sedangkan
panjang kumbang jantan 1,2 mm dan lebar 0,6-0,7 mm. Kumbang
betina yang akan bertelur membuat lubang gerekan dengan
diameter lebih kurang 1 mm pada buah kopi dan biasanya pada
bagian ujung. Kemudian kumbang tersebut bertelur pada lubang
yang dibuatnya. Telur menetas 5-9 hari. Stadium larva 10-26 hari
dan stadium pupa 4-9 hari. Pada ketinggian 500 m dpl, serangga
membutuhkan waktu 25 hari untuk perkembangannya. Pada
ketinggian 1200 m dpl, untuk perkembangan serangga diperlukan
waktu 33 hari . Lama hidup serangga betina rata-rata 156 hari,
sedangkan serangga jantan maksimal 103 hari (PCW, 2002 &
Susniahti et al., 2005).
Kumbang betina menggerek ke dalam biji kopi dan bertelur
sekitar 30 - 50 butir. Telur menetas menjadi larva yang menggerek biji kopi. Larva menjadi kepompong di dalam biji. Dewasa
(kumbang) keluar dari kepompong. Jantan dan betina kawin di
dalam buah kopi, kemudian sebagian betina terbang ke buah lain
untuk masuk, lalu bertelur lagi (PCW, 2002).
Serangga dewasa atau imago, perbandingan antara serangga
betina dengan serangga jantan rata-rata 10:1. Namun, pada saat
akhir panen kopi populasi serangga mulai turun karena terbatasnya
makanan, populasi serangga hampir semuanya betina, karena
serangga betina memiliki umur yang lebih panjang dibanding
serangga jantan. Pada kondisi demikian perbandingan serangga
betina dan jantan dapat mencapai 500:1. Serangga jantan H.hampei
tidak bisa terbang, oleh karena itu mereka tetap tinggal pada liang
gerekan di dalam biji. Umur serangga jantan hanya 103 hari,
sedang serangga betina dapat mencapai 282 hari dengan ratarata
156 hari. Serangga betina mengadakan penerbangan pada sore hari,
yaitu sekitar pukul 16.00 sampai dengan 18.00 (Wiryadiputra,
2007).
C. Gejala Serangan
Pada umumnya H. hampei menyerang buah dengan
endosperma yang telah mengeras, namun buah yang belum
mengeras dapat juga diserang. Buah kopi yang bijinya masih lunak
umumnya hanya digerek untuk mendapatkan makanan dan
selanjutnya ditinggalkan. Buah demikian tidak berkembang,
warnanya berubah menjadi kuning kemerahan dan akhirnya gugur.
Serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat
penurunan mutu kopi karena biji berlubang. Biji kopi yang cacat
sangat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya,
terutama pada kafein dan gula pereduksi. Biji berlubang
merupakan salah satu penyebab utama kerusakan mutu kimia,
sedangkan citarasa kopi dipengaruhi oleh kombinasi komponenkomponen senyawa kimia yang terkandung dalam biji (Tobing et
al., 2006).
Serangga H. hampei masuk ke dalam buah kopi dengan cara
membuat lubang di sekitar diskus. Serangan pada buah muda
menyebabkan gugur buah, serangan pada buah yang cukup tua
menyebabkan biji kopi cacat berlubang-lubang dan bermutu rendah
(PPKKI, 2006).
Perkembangan dari telur menjadi imago berlangsung hanya di
dalam biji keras yang sudah matang. Kumbang penggerek ini dapat mati secara prematur pada biji di dalam endosperma jika tidak
tersedia substrat yang dibutuhkan. Kopi setelah pemetikan adalah
tempat berkembang biak yang sangat baik untuk penggerek ini,
dalam kopi tersebut dapat ditemukan sampai 75 ekor serangga
perbiji. Kumbang ini diperkirakan dapat bertahan hidup selama
kurang lebih satu tahun pada biji kopi dalam kontainer tertutup
(Kalshoven, 1981).
H. hampei mengarahkan serangan pertamanya pada areal kebun
kopi yang bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika
tidak dikendalikan, serangan dapat menyebar ke seluruh kebun.
Dalam buah tua dan kering yang tertinggal setelah panen, dapat
ditemukan lebih dari 100 H. hampei (DPP, 2004).
Betina
berkembang biak pada buah kopi hijau yang sudah matang sampai
merah , biasanya membuat lubang dari ujung dan meletakkan telur
pada buah. Kumbang betina terbang dari satu pohon ke pohon yang
lain untuk meletakkan telur. Ketika telur menetas, larva akan
memakan isi buah sehingga menyebabkan menurunnya mutu kopi
(USDA, 2002).
Serangan H. hampei pada buah muda menyebabkan gugur
buah. Serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan biji kopi
cacat berlubang-lubang dan bermutu rendah (PPKKI, 2006).
H.
hampei diketahui makan dan berkembang biak hanya di dalam
buah kopi saja. Kumbang betina masuk ke dalam buah kopi dengan
membuat lubang dari ujung buah dan berkembang biak dalam buah
(Irulandi et al., 2007).
Imago H. hampei telah merusak biji kopi sejak biji mulai
membentuk endosperma. Serangga yang betina meletakkan telur
pada buah kopi yang telah memiliki endosperma yang keras (Rubio
et al., 2008). Betina membuat lubang kecil dari permukaan kulit
luar kopi (mesokarp) buah untuk meletakkan telur jika buah sudah
cukup matang (Baker et al., 1992).
Penggerek buah kopi ini mula-mula berasal dari Afrika
kemudian menyebar luas sampai ke Brazil, Guatemala, Asia,
termasuk India, Indonesia dan beberapa pulau di kepulauan Pasifik,
hama ini hanya menyerang buah kopi (Vega, 2002).
Serangga
hama ini dikenal dengan bubuk buah kopi atau ”coffee berry
barer”, termasuk ordo Coleoptera, famili Scolytidae dan
mempunyai penyebaran di Indonesia. Kumbang H. hampei
berwarna hitam berkilat atau hitam coklat (Susniahti et al., 2005).
Serangga H. hampei diketahui menyukai tanaman kopi yang rimbun dengan naungan yang gelap. Kondisi demikian tampaknya
berkaitan dengan daerah asal dari hama PBKo, yaitu Afrika dimana
serangga PBKo menyerang tanaman kopi liar yang berada di
bawah hutan tropis yang lembab. Kondisi serupa juga dijumpai di
Brazil, di mana serangan berat hama PBKo biasanya terjadi pada
pertanaman kopi dengan naungan berat dan berkabut sehingga
kelembaban udara cukup tinggi (Wiryadiputra, 2007).
Perkembangan H. hampei dipengaruhi oleh suhu dan
ketersediaan buah kopi. H. hampei dapat hidup pada suhu 15⁰C35⁰C, suhu optimal untuk perkembangan telur antara 30⁰C-32⁰C
dan untuk larva, pupa dan dewasa antara 27⁰C-30⁰C. Serangga
betina dapat menggerek buah kopi antara suhu 20⁰C-33⁰C, pada
suhu 15⁰C dan 35⁰C serangga betina gagal menggerek buah kopi
atau mampu menggerek buah kopi tapi tidak bertelur (Jaramilo et
al., 2009).